Jumat, 15 Maret 2013

Kang Momon


Posted by zaky on Nov 5, '07 2:47 AM for everyone di multiply
Senyumnya ramah dan terkesan bijak. Dia jago memangkas rambut dan memijat, karena itu dia bekerja sebagai pemangkas rambut. Bersama tiga kawannya di buka praktek di bilangan Simpang Dago. Tempat kerjanya dia beri nama “Sesuai.” Mungkin, karena mereka berempat bisa memangkas sesuai dengan keinginan langganannya.

Sudah lebih dari 12 tahun saya selalu memangkas rambut di tempat Kang Momon. Bukan hanya saya, tapi juga nyaris seluruh teman satu geng saat SMA. Ketika kami sudah lulus SMA, Kang Momon bukan saja tetap menjadi langganan kami, tapi juga menjadi pusat informasi.

Setiap saya datang ke Kang Momon untuk memangkas rambut, dia selalu memberi kabar tentang teman-teman saya yang lain, apakah si A yang sudah menikah, si B yang sudah memiliki anak, atau si C yang sudah bekerja di luar kota. Melalui Kang Momon, saya tidak kehilangan informasi tentang kabar teman-teman lama saya.

Ketika saya bekerja sebagai wartawan Pikiran Rakyat, Kang Momon menjadi pembaca setia saya. Dia selalu mengikuti apa pun yang saya tulis. Berita tentang Bandung, Garut, hingga berita internasional tak pernah dia lewatkan.

Kang Momon bukan hanya seorang pembaca setia dari berita dan artikel yang saya tulis. Dia seorang yang rajin bertanya dan mengajak diskusi tentang isi karya saya. Sambil membabat habis rambut saya, dia selalu bertanya tentang ini dan itu: tentang cerita di balik berita, tentang mengapa suatu berita ditulis seperti ini sementara berita lain ditulis seperti itu.


Dia juga selalu tertarik untuk mendengarkan kisah perjalanan saya: tentang liputan politik, perjalanan liputan ke daerah bencana, tentang daerah-daerah yang belum pernah dia kunjungi. Dia akan mengangguk-anggukkan kepala setiap kali saya berkisah, menanggapinya dengan pertanyaan, sementara jari tangannya dengan luwes merapikan potongan rambut saya. Lalu, dia akan mengisap rokok kereteknya dalam-dalam, matanya menerawang jauh.

Kang Momon menjadi salah satu alasan bagi saya untuk terus menulis. Ketika rasa jenuh menyergap, ketika rasa lelah membuat otak saya tak bisa berpikir mendalam, seringkali saya terjebak dalam frustasi saat menulis. Sering saya bertanya, apakah karya saya bisa membantu orang lain untuk memperkaya hidup mereka? Tapi saya selalu ingat Kang Momon. Setidaknya dia pasti membaca karya saya, untuk kemudian mendiskusikannya saat kami berjumpa.

Sampai suatu hari saya datang ke tempatnya bekerja. Kursinya sudah ditempati oleh pemangkas lain. “Sayang, sahabat kamu sudah tidak ada,” kata seorang pemangkas rambut, rekan kerja Kang Momon. Ya, Kang Momon sudah meninggal di usianya yang ke 58, karena penyakit liver yang sudah lama dia derita.

Saya hanya bisa termenung, tak pernah menduga dia akan pergi secepat itu. Kehilangan seorang pembaca setia, rasanya seperti kehilangan seorang teman bicara.***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar