Mungkin
setahun atau dua tahun yang lalu, saya bertanya kepada teman yang jadi dosen di
UI, "Mahasiswa sekarang kalau di kelas kaya gimana?"
Teman saya jawab, "Wah, kaya zombie semua!"
Teman saya jawab, "Wah, kaya zombie semua!"
Dia
menyebut istilah "zombie" mungkin karena mahasiswa yang hadir di
kelas tampak seperti mayat hidup. Terlihat hidup, tapi tidak ada
jiwanya, tidak niat untuk hidup dan belajar.
Saya
tertawa mendengar istilah zombie itu. Saya sadar, saya pun pernah menjadi
zombie saat menjadi mahasiswa.
Kemudian,
beberapa bulan lalu, saya ditawari untuk mengajar di universitas. Yang
menawarinya dosen saya waktu S-1 dulu. Saya bilang, saya tidak menguasai
teori. Lalu dia bilang, ga apa-apa, coba saja dulu, kamu berikan materi yang
kamu tahu, yang berkaitan dengan administrasi pembangunan. Saya bilang, ok.
Menghadapi
momen mengajar mahasiswa di kelas, dengan status sebagai dosen tamu, membuat
saya gugup juga. Sebenarnya saya sudah lumayan sering memberi materi untuk
pelatihan jurnalisme atau pelatihan menulis. Tapi entah kenapa, ketika diminta
untuk memberi materi untuk mata kuliah di luar jurnalisme, ada perasaan tidak
yakin kalau saya bisa melakukannya.
Saya
mencoba meyakinkan diri, kalau saya bisa melakukannya. Toh, S-1 saya pun di
administrasi negara. Dan mata kuliah yang akan saya ajar, sudah saya ketahui
seperti apa bentuknya.
Dan
hari itu tiba. Saya datang ke kampus pagi sekali. Jam tujuh pagi, saya sudah
duduk di kursi kayu sambil merokok. Jadwal kuliah seharusnya jam tujuh pas.
Tapi belum ada satu mahasiswa pun yang tampak. Jam tujuh lewat tiga puluh,
seluruh mahasiswa yang akan ikut kelas saya hadir, dan kelas pun dimulai.
Dosen
saya waktu S-1 hadir juga di kelas. Dia memperkenalkan saya kepada
mahasiswanya, dan memberi pengantar menuju materi yang akan saya berikan. Pagi
itu saya diminta untuk menjelaskan tentang projek pembangunan.
Sebelum
memulai materi, saya perhatikan mahasiswa yang hadir pagi itu. Saya teringat
waktu saya masih kuliah dulu. Saya teringat teman saya yang dosen UI. Saya
teringat zombie. Mungkinkah mereka zombie? Saya berdoa mudah-mudahan mereka
bukan zombie. Saya tidak ingin menjadi penceramah. Saya ingin diskusi yang
aktif di kelas itu.
Tapi
mereka semua saling berlomba untuk duduk di deret paling belakang. Itu pertanda
buruk. Saya harus membuat mereka tertarik. Lalu saya bilang, "Kita akan
berdiskusi tentang pembangunan dan projek pembangunan, termasuk dari mana asal
usul projek itu."
Kelas
menjadi sunyi.
"Oke.
Bagaimana kalau kita mulai diskusi ini dengan usulan dari teman-teman. Tolong
sebutkan satu isu, isu apa pun, yang sedang ramai dibicarakan di media massa atau yang menjadi
bahan obrolan, saya bisa mengaitkannya dengan isu pembangunan," kata saya.
Kelas
masih juga diam. "Tidak ada usul?" tanya saya lagi.
Saya
tersenyum Akhirnya, ada juga yang mau membuka mulut. Tetapi lumayan bingung,
bagaimana mengaitkan isu pembangunan dengan perang Palestina dan Israel yang
saat ini masih berlangsung? Untung saya baru selesai membaca John Perkins
tentang economic hitman. Buku itu memang membantu untuk melihat peta
pembangunan negara dunia ketiga, dan pengaruh besar yang diberikan oleh
korporasi-korporasi dunia. Dan dimulailah perkuliahan tentang pembangunan dari
cerita perang Palestina dan Israel .
Kuliah
hari pertama itu berjalan lancar. Saya pikir apa yang ingin saya sampaikan,
bisa tersampaikan semuanya. Beberapa mahasiswa pun mulai tertarik untuk
bertanya dan memberikan pandangannya.
Ternyata
tidak semua mahasiswa seperti zombie. Masih ada yang mau memperhatikan materi
dan mau berdiskusi. Mungkin mereka bersikap tak acuh, karena tidak melihat
relevansi antara mata kuliah yang diajarkan, dengan dunia nyata. Dan memang itu
yang mereka butuhkan, bagaimana mengaitkan teori dengan kenyataan.
Kemarin,
saya diminta lagi untuk memberikan materi untuk mata kuliah yang sama, dengan
kelas yang berbeda. Saya ulangi lagi pola yang sama saat memulai perkuliahan,
"Coba isu apa yang ramai saat ini, saya akan coba kaitkan dengan isu
pembangunan."
Tidak ada komentar:
Posting Komentar