Selasa, 12 Maret 2013

Sajak Samping Teras Rumah


Mari duduk di sini,
Di teras belakang rumah ini
Kau dan aku
Di dekat pompa air yang ditanam ayahku
Di dekat bougenville yang merekah jingga
Akan kubagi sebagian kenangan
Yang kumiliki bersama rumah ini
(Dan teriakan anak-anak kecil yang sedang bermain di tanah lapang akan menjadi lagu pengiringnya)

Dulu di atas batu itu
Pernah berbaris truk-truk kecil
Bersama sepasukan tentara dalam khayalan
Dan cerita panjang di kepalaku
Tentang peperangan dan kematian


Pesawat tempur dan helikopter terbuat dari tanganku
Berpatroli di atas rimba tanaman yang tertanam di pot-pot milik nenekku

Dan roket-roket yang kejam
Berterbangan ke arah mereka
Dari selongsong pembungkus rokok
Yang membalut dua batang korek api
Ketika dinyalakan asapnya membumbung di angkasa
Dan temanku terkesiap
Bukan karena kematian yang terpampang di hadapannya
Tapi karena roket itu benar-benar mengangkasa

Tidak ada kematian yang sesungguhnya di medan perang kami
Tidak ada desingan peluru atau jerit kesakitan
Tidak ada bau mesiu dan darah di rimba kami
Semuanya hanya ada di dalam kepalaku
Dan aku bisa membunuh siapa pun
Dan menghidupkan siapa pun
Tanpa menimbulkan luka dan derita

Mari dekatkan kursimu padaku
Agar mentari sore menambah indah wajahmu
Akan kuceritakan kisah lain
Tentang berjalannya waktu di teras ini
Dan segala yang terlihat di luar pagarnya
Yang sering tak kusadari semuanya berubah
Tapi kenangannya tak kan pernah hilang

Di halaman depan ada pohon bunga ros putih
Umurnya lebih tua dari usiaku
Ditanam oleh kakek dan nenekku
Dan bunganya selalu berbiak sepanjang musim
Merekah harum dan membawa pikiran pada kenangan
Tentang masa-masa yang mudah
Tanpa derita dan derai air mata

Dulu sebatang pohon lengkeng mati
Dibeli oleh ayahku dan ditanam dekat ros itu
Menjadi tempat bermain kami dan tempat mengasah khayalan
Pohon itu sering menjadi pesawat lalu menjadi gedung bertingkat
Lalu menjadi tebing gunung yang harus kupanjat
Bertahun kemudian dia keropos
Lalu tumbang bersama jejak tangan dan kaki kami

Mari kuceritakan tentang Bella
Anjingku yang setia
Yang mengajarkanku tentang persahabatan dan kesetiaan
Yang mengusir perasaan sepi ketika rasa itu menyergapku
Yang pertama kali mengajarkanku akan perihnya rasa kehilangan
Ketika dia tiba-tiba menghilang dari rumah kami
(Dan rasa berdosa yang mendalam karena dia hilang dalam perjalanan pulang mengantarku ke sekolah)

Ibuku membelikan lagi seekor anjing, berbulu cokelat emas
Kembali kuberi nama Bella
Sebagai pengingat dan pengganti sahabatku yang pertama
Tetapi kembali dia hilang, mungkin dicuri orang
Sempat dia kembali untuk sesaat, lalu pergi lagi untuk selamanya
(Ibuku tak mau lagi membelikanku anjing, karena kami tak kuat menanggung sedih saat mereka menghilang)

Hanya bunga ros itu yang tetap ada
Bersama pompa air yang tak pernah kering
Yang selalu ada bersama kami
Menancap kuat di tanah ini, dan akarnya mengikat kuat ingatan kami akan rumah ini
Membuatku selalu merasa ingin pulang
Walaupun mungkin hanya sejenak

Kau tak sempat mengenal sosok tua itu
Nenekku yang kupanggil Ibu
Kisah-kisah yang diceritakannya menjelang tidur
Mengantarku ke dunia mimpi yang ajaib
Tentang Yudhistira, Bima, Arjuna, Nakula dan Sadewa
Yang membawaku berkenalan dengan dewa-dewa di kahyangan
Syiwa, Wisnu, Brahma, dan pertarungan di antara mereka

Kemudian dia mengajarkanku Al Fathihah, Al Ikhlas, Al Falaq, dan An Naas
Tentang keyakinan akan yang Satu melalui iqra
Dan cerita ajaib tentang nabi dan rasul, dan tentang penciptaan alam semesta
Dari Ibu aku belajar bersujud dan menghayati Keillahian
Lalu pada satu malam,
Aku menggenggam tangannya saat dia meregang nyawa
(Kucing kesayangannya tidak mau lagi kembali ke rumah saat Ibu pergi, dia menyaksikan kesedihan kami dari atap rumah tetangga)

Rumah ini telah menyaksikan banyak kehilangan
Lantainya sering dibasahi air mata
Namun ruangannya tak pernah sepi juga dari gelak tawa
Di luar pagar kami, dunia berubah cepat
Pohon-pohon rindang dan tanah yang basah
Berubah menjadi beton berlapis kemiskinan
Rasa kehilangan menjadi bagian abadi kehidupanku

Bandung,
Entah sejak kapan, tetapi selesai ditulis pada 21 November 2010 di Kanayakan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar